Recents in Beach

CIKAL BAKAL BERDIRINYA NAHDLATUL ULAMA (KOMITE HIJAZ)


Bagaimana Peristiwa dibalik Berdirinya Nahdlatul Ulama?

Komite Hijaz adalah kepanitiaan yang dibentuk atas inisiatif KH Wahab Chasbullah yang bertujuan untuk bertemu dengan Raja Ibnu Sa’ud (Abdul Aziz bin Abdurrahman as-Saud) dan menyampaikan beberapa permohonan. Disebut Komite Hijaz karena negeri tempat Raja Ibnu Sa’ud berkuasa disebut Hijaz, tempat dimana kota suci Makkah dan Madinah berada. Menghadapi perkembangan suasana politik di Timur Tengah terkait dengan gerakan Wahabi itu para ulama pesantren di Indonesia bereaksi, ingin secara teguh mempertahankan kehidupan agama dengan cara bermazhab kepada salah satu dari empat imam (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad ibn Hanbal). Atas prakarsa K.H. Wahab Hasbullah, para ulama pesantren mendirikan “Komite Hijaz” yang bertujuan menyampaikan aspirasi ulama pesantren kepada Raja Arab Saudi agar kehidupan beragama dengan pola mazhab diberi kebebasan. 

KH Wahab Hasbullah mengundang beberapa ulama dari Jawa Madura untuk berkumpul di Surabaya. Ulama yang hadir antara lain KH. Hasyim Asy’ari (Jombang), KH Raden Asnawi (Kudus), KH Bisri Syansuri (Jombang), KH Nawawi (Pasuruan), KH Ridwan (semarang), KH Maksum (Lasem), KH Nahrawi (Malang), KH Ridwan Abdullah (Surabaya), KH Mas Alwi (Surabaya), dan lain-lain.

Pertemuan tersebut terjadi pada tanggal 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H). Saat itu juga disepakati nama Nahdlatul Ulama sebagai organisasi yang mewadahi gerakan ulama agar dapat mengirimkan delegasi ke Muktamar A’lam Islami (Pertemuan Organisasi Islam Sedunia) di Saudi Arabia. Tanggal bentuknya Komite Hijaz diperingati sebagai hari lahirnya Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU). 

Dalam rapat di Kota Surabaya yang dihadiri para tokoh ulama, diputuskan untuk mengutus K.H. Bisyri Syansuri (Jombang) dan K.H.R. Asnawi (Kudus) ke Arab Saudi. Kedua tokoh itu batal berangkat, karena sesuatu hal, maka kepergian utusan itu ditunda. Beberapa waktu kemudian berangkatlah Syaikh Ahmad Ghanaim al-Mishry dan K.H. Wahhab Hasbullah ke Makkah untuk menyampaikan keputusan dan rekomendasi rapat Komite Hijaz kepada Raja Arab Saudi, Ibnu Saud. Raja-raja Arab Saudi saat itu memberi jaminan akan berusaha memperbaiki pelayanan ibadah haji sejauh perbaikan itu tidak melanggar aturan Islam (versi) pemahaman Wahabi. Bertolak dari komite Hijaz itulah kelak di kemudian hari beberapa tokoh ulama penting terlibat dan memiliki peran besar dan andil sebagai pelopor gerakan keagamaan yang dinamakan Nahdlatul Ulama, yang kemudian 31 Januari 1926 disebut sebagai hari lahir Nahdlatul Ulama. Beberapa tokoh kunci dari gerakan keagamaan tersebut antara lain:

 1) K.H. Hasyim Asy’ari (1871-1947)

 2) K.H.R. Asnawi dari Kudus (1861-1959)

 3) K.H. Wahhab Hasbullah dari Jombang (1888 -1971)

 Ketiga tokoh ulama tersebut juga bertemu dalam kegiatan: 

1) Pada 1926 di Surabaya dalam rangka membentuk Komite Hijaz

2) Pertemuan membentuk Jam’iyyah Nahdatul Ulama (NU). 

3) Pertemuan dalam tugas mempertahankan dan mengembangkan ajaran Ahl al-Sunnah waljamaah.

Sejak itulah pengertian ajaran Ahl al-Sunnah waljamaah kemudian diklaim oleh Nahdlatul Ulama melalui muktamar-muktamar yang diselenggarakan oleh Jam’iyyah Nahdlatul Ulama dari tahun 1926-1937. dan telah dikonsensuskan, yaitu al-Usus al-Thalasah fi ‘Itiqadi Ahl al-Sunnah wal Jama’ah, meliputi dalam bidang tauhid mengikuti Imam Asy’ary dan al-Maturidy, dalam bidang fiqh mengikuti salah satu mazhab dan dalam bidang tasawuf sesuai dengan perumusan Imam al-Junaidi al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid al-Ghazaly.

Dengan demikian berarti pengertian Ahl al-Sunnah wal-Jama’ah tidak terbatas pada teologi saja, tetapi juga dikembangkan dalam bidang fikih dan tasawuf. Dalam kaitan dengan pemunculannya, NU membedakan dirinya dengan organisasi lain di Indonesia. Jika di dunia Islam kelompok Sunni dibedakan dengan kelompok Syi’ah, maka bagi para kiai di Jawa sebutan “Ahl al-Sunnah wa-al Jama’ah” selain untuk membedakannya dengan kelompok Syi’ah, juga dengan kelompok Islam modern. Perbedaan identitas kelompok diri tersebut berarti, NU memiliki perbedaan dengan organisasi-organisasi lain seperti, Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, Hizbut Tahrir, dan Front Pembela Islam (FPI). 


Posting Komentar

0 Komentar