Apa itu kaidah fiqhiyah dalam NU??
mari kita simak..
Kaidah fiqhiyah adalah prinsip-prinsip keagamaan yang dirumuskan oleh para ulama klasik sebagai dasar pembentukan perilaku etika moral kaum Nahdliyyin.
Sebagian kelompok masyarakat ada yang mempertentangkan antara agama dan budaya. Agama merupakan ajaran yang sangat terjaga kesuciannya, sakral dan bersifat ke akhiratan. Tradisi dan budaya merupakan kreasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kualitas hidupnya dan rata-rata bersifat keduniaan.
Ahlusunnah waljamaah sebagai paham keagamaan yang bersifat moderat memandang dan memperlakukan tradisi dan budaya secara wajar dan proporsional.
Baca Juga : PERILAKU KEMASYARAKATAN DAN KEAGAMAAN NU
Pertanyaannya adalah, bagaimana NU menjawab persoalan tersebut? Apa saja kaidah-kaidah usul fiqih yang digunakan sebagai dasarnya?
NU menggunakan kaidah-kaidah fiqhiyah yang menjadi dasar untuk menyikapi tradisi dan budaya yang ada di masyarakat. Di antaranya kaidah usul fiqih tersebut adalah:
1. Al Muhafadhah ‘ala al-qadimi ash-shalih wa al-akhdhu bi al-jadidi al-ashlah
المُحَافَظَةُ على القديم الصالح وَالأَخْذُ بالجديد الأصلح
Artinya: Mempertahankan nilai-nilai lama yang baik dan menginovasikan nilai-nilai baru yang lebih baik.
Kaidah tersebut menuntun kita untuk memperlakukan fenomena kehidupan secara seimbang. Degan menggunakan kaidah ini, warga NU memiliki pegangan dalam menyikapi tradisi atau budaya. Yang dilihat bukanlah tradisi atau budaya tersebut, melainkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Seseorang harus bisa mengapresiasi tradisi yang ada yang merupakan hasil-hasil kebaikan orang-orang terdahulu, dan bersikap kreatif mencari berbagai trobosan baru untuk menyempurnakan tradisi tersebut. Sikap ini memacu untuk bergerak kedepan dan tidak melupakan akar tradisinya.
Bagaimana contohnya??
Contoh persoalan dalam menggunakan kaidah ini adalah kemajuan IPTEK ditengah arus globalisasi saat ini merupakan fenomena baru yang tidak mungkin dihindari. Selain manfaatnya, kemajuan IPTEK juga membawa disruptif atau perubahan cepat yang mendasar, perubahan ini mengubah cara pandang manusia dalam beraktifitas, berbisnis, bertransaksi dan berinteraksi. Dalam hal ini maka mengambil hal-hal baru yang lebih baik perlu dilakukan untuk penentu kemajuan dan daya saing. Namun memelihara hal-hal lama atau warisan yang baik juga merupakan suatu kebaikan, warisan tersebut meliputi akidah, yakni akidah Ahlusunnah Waljamaah, dan berfikir ala NU (fikrah Nahdliyyah), yakni cara berfikir secara moderat, dinamis, dan bermanhaj serta amaliah Nahdhiyyah.
2. Al-‘Adah muhakamah ma lam tukhalifi al-syara’
العادة محكمة مالم تخالف الشرع
Artinya: Budaya atau tradisi yang baik bisa menjadi pertimbangan hukum selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama
Al -‘Adah Muhakamah menjadikan peforma islam menjadi sangat baik, sehingga menjadi agama yang dinamis dan membumi, selalu actual ditengah-tengah masyarakat. Islampun menjadi agama yang mampu menjawab tantangan zaman dan tuntutan umat tanpa diatabsi ruang dan waktu. Sikap bijak tersebut memungkinkan warga NU untuk melakukan dialog kreatif dengan budaya yang ada. Dengan dialog bisa saling memperkaya dan mengisi kekurangan masing-masing
3. Ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluh
ما لا يدرك كله لا يترك كله
Artinya: Jika tidak dapat dicapai kebaikan semuanya, maka tidak harus ditinggal semua
Proses dialog memungkinkan upaya penyelerasan unsur-unsur budaya yang dianggap menyimpang dari ajaran pokok islam. Hal ini sangat penting ditekankan, karena sekalipun mungkin ditemui adanya tradisi yang tidak sejalan dengan ajaran pokok islam, namun didalamnya mungkin juga menyimpan butir-butir kebaikan. Menghadapi persoalan tersebut harus dengan bijak dan arif, yakni tidak membuang semuanya akan tetapi mempertahankan unsur-unsur kebaikan yang ada dan menyelaraskan unsur-unsur lain agar sesuai dengan ajaran islam.
Bagaimana contohnya untuk kaidah usul fiqih nomor 2 dan 3?
Contoh dalam hal ini yakni slametan atau kenduri yang merupakan tradisi orang jawa sebelum islam datang. Jika kelompok lain menganggap ini adalah sebuah bid’ah, maka kaum Ahlusunnah waljamaah memandangnya secara proporsional. Didalam slametan ada nilai kebaikan, slametan sejatinya adalah berdoa memohon keslamatan kepada Allah Swt, bukan menyembah makhluk halus. Unsur kebaikan yang lain adalah merekatkan persatuan di masyarakat, menjadi sarana bersedekah, bersyukur kepada Allah, serta mendoakan orang yang sudah meninggal. Semua itu tidak bertentangan dengan ajaran islam dan tidak ada alasan untuk menghilangkannya sekalipun tidak ada di zaman Rasulullah.
Maka tidak mengherankan jika dakwah kaum sunni sangat berbeda dengan kaum non sunni. Ahlusunnah waljamaah berdakwah secara arif dan bijaksana, pengikut Ahlusunnah waljamaah tidak berdakwah secara destruktif dengan menghancurkan tatanan atau segala sesuatu yang di anggap sesat. Dakwah ini yang dilakukan oleh para walisongo, yakni dengan bil hikmah, artinya bijaksana atau penuh kearifan.
Tradisi yang tidak bisa diselaraskan dengan islam, maka aktivitas dakwahnya dilakukan dengan cara damai dan saling menghargai.
Baca Juga : DASAR-DASAR PAHAM KEAGAMAAN NU
0 Komentar
Berkomentarlah Dengan Bijak Tanpa Niat Menyakiti
"Laa Yaquulu Walaa Yaf'alu Illa Ma'rufaa"