Bagaimana sebaiknya kita sebagai warga NU berperilaku keagamaan sesuai dengan ajaran Ahlusunnah Waljamaah?
Mari kita simak bersama ulasan dibawah ini..
Ajaran Ahlusunnah waljamaah bertumpu pada 3 aspek bidang keilmuan Islam, tasawuf ala Imam al Ghazali dan Imam Junaid al Baghdadi, ilmu kalam atau teologi ala Imam al Asy’ari dan Imam al Maturidi, serta di bidang fikih yakni Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Maliki dan Imam Hanafi.
Pengamalan ketiga sumber dasar keagamaan tersebut menjelma menjadi bentuk sikap dasar pemahaman keagamaan warga NU, dalam menghadapi dan menerima perubahan dari luar secara fleksibel. Sebaliknya warga NU dengan sikap keagamaan ini tidak mudah terjebak dalam paham keagamaan yang ekstrim dan fundamentalis.
Sebagai turunan dari tiga sumber dari ketiga sumber diatas, Ahlusunnah waljamaah mengembangkan sikap prinsip keagamaan dan menjadi ciri peilaku kemasyarakatan dan perilaku keagamaan warga NU, diantaranya:
1. Tawasuth (moderat), artinya mengambil jalan tengah dan pertengahan. NU tidak bersikap ekstrim kanan (berkedok agama), atau ekstrim kiri (komunis), karena kabajikan selamanya terletak antara kedua ujung, kanan dan kiri.
2. Iktidal (berkeadilan), berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan atau ke kiri. Dalam praktiknya selalu bersamaan dengan tawassuth, yakni sebuah sikap keagamaan yang tidak terjebak pada titik-titik ekstrim. Sikap yang mampu mengambil kebaikan dari berbagai kelompok. NU dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bertindak lurus, bersifat membangun, dan menghindari dari segala bentuk sifat destruktif.
3. Tawazun (seimbang), keseimbangan adalah sebuah sikap keberagaman dan sikap kemasyrakatan yang bersedia memperhitungkan berbagai sudut pandang dan kemudian mengambil posisi yang seimbang dan proporsional.
4. Tasamuh (toleran), adalah sebuah sikap keberagaman dan kemasyarakatan yang menerima kehidupan sebagai sesuatu yang beragam. Keragaman hidup menuntut sebuah sikap yang sanggup untuk menerima perbedaan pendapat dan menghadapinya secara toleran. Toleransi yang tetap diimbangi dengan keteguhan sikap dan pendirian. NU toleran terhadap masalah agama, terutama masalah furu’iyah dan khilafiyah. NU juga toleran dengan budaya dan adat istiadat. Sikap toleran terhadap budaya dan tradisi masyarakat tersebut menjadikan NU mudah untuk beradaptasi dengan kondisi dan budaya dan mudah diterima oleh masyarakat pada umumnya.
5. Amar ma’ruf nahi munkar (mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran), artinya selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan baik, berguna dan bermanfaat untuk kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.
Baca juga : Kaidah fiqhiyah tradisi dan budaya NU
Itulah kelima poin yang sangat penting kita pahami dan aplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat sebagai warga nahdliyyin..
Lima sikap keberagaman dan kemasyarakatan tersebut yang melandasi seluruh ajaran Ahlusunnah Waljamaah sejak dahulu. Sikap ini telah di praktikkan oleh walisongo dalam menyebarkan islam yang rahmatan lil alamin. Sikap moderat walisongo tidak hanya berhasil dalam menyebarkan islam, tetapi juga mampu menghadirkan islam yang toleran dan damai, bukan islam yang garang dan destruktif.
NU sebagai jam’iyyah diniyyah ijtima’i yang bergerak dibidang agama, social kemasyarakatan, dan pendidikan dalam perjalanannya tetap konsisten dalam melestraikan dan mengembangkan dakwah cultural. NU mewarisi pola dakwah yang dilakukan oleh para walisongo yang telah berhasil mengislamkan penduduk pulau jawa dan sekitarnya secara damai.
NU sebagai civil society yang ada di Indonesia, telah mampu menyelaraskan Islam dengan budaya, sehingga menjadikannya sebagai agama yang mengedepankan kedamaian dalam bermasyarakat. Sumbangsih NU terhadap budaya Islam terletak pada kemampuannya dalam mengadaptasi budaya local dan memberikan nilai-nilai islam di dalamnya. Budaya baru hasil akulturasi antara islam dan budaya local melahirkan budaya baru yang merupakan budaya islam khas Indonesia. Sebagai organisasi Islam Ahlusunnah waljamaah yang berasaskan pancasila tidak hanya hadir untuk warganya sendiri, akan tetapi juga memilki tanggung jawab besar terhadap bangsa dan Negara.
Baca juga : Dasar-dasar paham keagamaan NU
0 Komentar
Berkomentarlah Dengan Bijak Tanpa Niat Menyakiti
"Laa Yaquulu Walaa Yaf'alu Illa Ma'rufaa"