Recents in Beach

SEJARAH MUNCULNYA FIRQAH DALAM ISLAM


Bagaimana sejarahnya?

Disini kita akan belajar bersama tentang sejarah munculnya firqah dalam islam. 

Sejarah awal

Selama Nabi Muhammad Saw. menahkodai kedaulatan negara tauhid, keadaan akidah kaum muslimin tetap berada pada kesucian yang bersumber dari wahyu ilahi. Dasar utama yang digunakan adalah al-Qur'an dan al-Hadits. Setelah Rasul wafat, pertikaian di kalangan kaum muslimin tak dapat dielakkan lagi.

Di antara sebab yang muncul, permasalahan politik merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Atas latar belakang pertikaian dan perpecahan kaum muslimin yang disebabkan oleh politik, munculah banyak firqah (kelompok) yang kemudian dari persoalan politik mengarah ke permasalahan keyakinan/ akidah.

Sepeninggal Nabi Saw inilah timbul persoalan di Madinah, yaitu siapa pengganti beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu. Dari sinilah, mulai bermunculan berbagai pandangan umat Islam. Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar as-Siddiq-lah yang disetujui oleh umat Islam ketika itu untuk menjadi pengganti Nabi Saw dalam mengepalai Madinah. Selanjutnya, Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Kemudian, Umar digantikan oleh Usman bin Affan. Dan Usman bin Affan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib.

Munculnya perselisihan

Awal kemunculan aliran dalam Islam terjadi pada saat khilafah Islamiyah mengalami sukses pada masa  kepemimpinan dari Usman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib. Masa pemerintahan Ali merupakan era kekacauan dan awal perpecahan di kalangan umat Islam. Namun, bibit-bibit perpecahan itu mulai muncul pada akhir kekuasaan Usman.

Di masa pemerintahan khalifah keempat ini, perang secara fisik beberapa kali terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan para penentangnya. Peristiwa-peristiwa ini telah menyebabkan terkoyaknya persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat, paling tidak, dua perang besar pada masa ini, yaitu Perang Jamal (Perang Unta) yang terjadi antara Ali dan Aisyah yang dibantu Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah serta Perang Siffin yang berlangsung antara pasukan Ali melawan tentara Muawiyah bin Abu Sufyan.

Bagaimana Perang Siffin terjadi?

Perang siffin dilatarbelakangi oleh pertikaian politik antara Ali dan Mu'awiyah, yang saat itu menjadi gubernur di Syam (Syiria). Mu'awiyah yang menolak memberikan baiat kepada Ali yang terpilih sebagai khalifah, karena Ali tidak kunjung melakukan qishas terhadap para pembunuh Utsman ibn Affan. Mua'wiyah berpendapat siapapun yang terlibat dalam pembunuhan Utsman harus dibunuh. Sedangkan Ali berpandangan bahwa yang harus dihukum adalah yang jelas-jelas membunuh Utsman, dan tidak mudah mencari pembunuhnya karena yang terlibat dalam peristiwa tersebut sangat banyak. Keadaan semakin memanas karena Ali mengerahkan bala tentaranya untuk berperang melawan Mu'awiyah. Sedangkan di kubu Mu'awiyah juga menyiapkan pasukan untuk melawan pasukan Ali. Kedua pasukan itu kemudian bertemu di suatu tempat bernama Shiffin, sehingga disebut perang siffin. 

Pertempuran dahsyat terjadi, kubu Ali memperlihatkan tanda-tanda akan meraih kemenangan dan terus mendesak pasukan Mu'awiyah. Amr ibn Ash yang berada di pihak Mu'awiyah mengusulkan agar pasukan mengangkat mushaf al-Qur`an dengan ujung tombak sebagai pertanda mengajak berdamai. Pada mulanya Ali tidak mau menerima tawaran damai Mu'awiyah tersebut. Tetapi karena banyak desakan dari pengikutnya, akhirnya beliau mau mengadakan perundingan, yang dalam catatan sejarah dikenal dengan istilah tahkim daumatul jandal (arbitrasi). Ali mengutus Abu Musa al-Asy'ari sebagai juru runding, sedangkan Mu'awiyah mengutus Amr ibn Ash. Tetapi tidak semua pendukung Ali setuju dengan tahkim ini. Kelompok yang menentang akhirnya memisahkan diri dari kelompok Ali, yang selanjutnya disebut kelompok khawarij, dan mereka mendirikan sebuah komunitas di Harura, suatu desa di Kufah. Orang pertama yang tidak mengakui, bahkan memberontak, terhadap Ali ibn Abi Thalib adalah sekelompok orang yang pada mulanya berjuang di pihak Ali ibn Abi Thalib dalam pertempuran Shiffin, namun mereka merasa tidak puas terhadap gencatan senjata yang disepakati antara Khalifah Ali ibn Abi Thalib dan Mu'awiyah. Mereka itu adalah al-Asy'ary ibn Qais al-Kindi, Mas'ari ibn Fudaki al-Tamami, dan Zaid ibn Husain alThai. Golongan khawarij telah mengambil sikap keras dan secara terang-terangan melakukan pengingkaran kepada Ali, serta menganggapnya kafir. 

Datanglah kepadanya dari pasukan Mu'awiyah, yaitu Za'ra' ibn al-Barraj al-Thaiy dan Harqush ibn Zahir al-Sa'dy, mereka berkata, “tidak ada hukum melainkan hukum Allah”. Pada dasarnya yang mendorong Khalifah Ali ibn Abi Thalib menerima arbitrasi/tahkim adalah kelompok yang nantinya menentang dan keluar (khawarij) dari pasukan Ali. Pada mulanya Khalifah Ali ibn Abi Thalib memilih Abdullah ibn Abbas sebagai arbitrator, namun penunjukan ini ditolak oleh kaum khawarij dengan alasan bahwa Abdullah ibn Abbas adalah keluarga Ali ibn Abi Thalib. Kaum khawarij mendorong Ali ibn Abi Thalib agar menunjuk Abu Musa al-Asy'ari untuk menetapkan keputusan yang sesuai dengan ketentuan al-Qur'an. Namun setelah mereka mendengar keputusannya tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan, mereka berbalik dan memberontak terhadap Ali ibn Abi Thalib. Mereka berkata, “Buat apa kita menerima keputusan itu padahal tidak ada hukum selain dari hukum Allah”.

Siapa Kelompok yang masih mendukung Khalifah Ali dan kelompok yang tidak mendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib?

Khawarij adalah kelompok yang keluar dari barisan kaum muslimin dan menganggap tidak sah apapun bentuk kepemimpinan yang tidak berhukum dengan hukum Allah. Mereka kemudian mengkafirkan siapa saja yang melakukan perbuatan dosa besar serta menganggap kekal di dalam neraka.

Di samping itu masih banyak tentara yang setia kepada khalifah Ali bin Abi Thalib. Mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai kelompok “Syiah”. Apabila golongan Khawarij sangat berlebihan membenci Khalifah Ali bin Abi Thalib dan bahkan sampai ada yang mengkafirkannya, maka golongan syi’ah sangat berlebihan memujanya.

Sementara itu, kelompok yang mendukung Ali dan keturunannya (Syiah) melakukan pembelaan atas tuduhan itu. Dari sinilah, bermunculan berbagai macam aliran keagamaan dalam bidang teologi.

Selama kurun waktu pemerintahan Daulah Umayyah, muncul beberapa firqah dikalangan umat Islam yang antara satu dengan lainnya saling bertentangan dan sulit dikompromikan. Mereka berusaha untuk mengembangkan dan membentengi firqah (kelompok)nya dengan merumuskan alasan-alasan (Hujjah) yang diambil dari pemahaman atau penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadist-hadist Rasulullah SAW.

Selain persoalan politik dan akidah (keimanan), muncul pula pandangan yang lebih luas, yang berbeda mengenai Alquran (makhluk atau kalamullah), qadha dan qadar, serta sebagainya.

Sunni dan Syiah Dua Aliran Firqah (Teologi) yang masih bertahan

Dari sekian banyak aliran kalam (teologi) yang berkembang di masa kejayaan peradaban Islam, seperti Syiah, Khawarij, Muktazilah, Murjiah, Kadariyah, Jabbariyah, Asy'ariyah, Maturudiyah, dan sebagainya, hingga saat ini hanya dua aliran yang masih memiliki banyak pengikut. Kedua aliran itu adalah Ahlussunnah wal Jamaah (biasa disebut dengan kelompok Sunni) dan Syiah.

Penganut kedua paham ini tersebar di berbagai negara di dunia yang terdapat komunitas Muslim. Tak jarang, dalam satu negara Muslim, terdapat dua penganut aliran ini. Secara statistik, jumlah Muslim yang menganut paham Sunni jauh lebih banyak

Itulah sejarah singkat muculnya firqah dalam islam.



Posting Komentar

2 Komentar

  1. Terimakasih atas ilmu nya 🙏 sangat bermanfaat buat saya☺️ semoga di Istiqomah kan dalam menulis nya🤗

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama, trimakasih atas supportnya, semoga selalu bermanfaat ya :)

      Hapus

Berkomentarlah Dengan Bijak Tanpa Niat Menyakiti
"Laa Yaquulu Walaa Yaf'alu Illa Ma'rufaa"