Pengertian Ijtihad
Secara etimologi kata ijtihad (اجتھاد) berasal dari kata al-jahd, al-juhd, (الجھد) dan ath-thaqat, yang artinya kesulitan, kesusahan, dan juga berupa suatu kesanggupan atau kemampuan (almasyaqat). Kata Al-Juhd menunjukkan pekerjaan yang sulit dilakukan,(lebih dari pekerjaan biasa). Sedangkan kata ijtihad yaitu bentuk mashdar tsulatsi mazid dari kata kerja ijtahada-yajtahidu-ijtiihaadan yang berarti و بذل وسعھا ّجد, bersungguh-sungguh dan mencurahkan segala kemampuannya, kata ijtihad juga bermakna kesungguhan, kegiatan dan ketekunan.
Raghib Al-Isfahani dengan indah mengartikan bahwa Ijtihad adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan segala kemampuan yang dimiliki dan menanggung semua kesulitan yang ada,
Dapat Di simpulkan bahwa Ijtihad adalah mencurahkan seluruh kemampuan secara maksimal dalam menggali hukum dari dalil-dalil yang terperinci yang dikerjakan oleh imam Mujtahid.
Mujtahid yaitu ulama fikih yang melakukan Ijtihad.
Dasar Hukum berijtihad
Hukum asal Ijtihad yaitu wajib bagi yang mampu berijtihad. Bagi yang mampu berijtihad, dilarang bertaqlid dan meninggalkan ijtihad.
Seperti Imam Syafi’I tidak boleh taqlid kepada gurunya. Bagi yang tidak mampu berijtihad, maka wajib bertaklid dan haram melakukan ijtihad
Ijtihad menjadi sebuah keniscayaan dalam sebuah system hukum yang integral dan universal, ia menjadi ujung tombak bagi permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia. Ijtihad dalam Islam disandarkan pada dalil-dalil Umum yang terdapat di Al- Qur’an dan As-Sunnah. Di antara ayat yang menjadi dasar bagi ijtihad adalah firman Allah Ta’ala :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ
" Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian,
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada
Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya." (QS An Nisa:59)
Adapun dasar hukum Ijtihad dalam As-Sunnah adalah sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam :
عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ – رضي الله عنه – أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يقول إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ.
Dari Amr bin Ash bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Ketika seorang hakim hendak memutuskan hukum, lalu berijtihad, kemudian benar, ia mendapatkan dua pahala. Jika ia hendak memutuskan hukum, lalu berijtihad kemudian ternyata salah, ia dapat satu pahala.” (HR. Muslim).
Fungsi Ijtihad
Tujuan ijtihad menurut Nur Kholis dalam makalah berjudul 'Urgensi Ijtihad Saintifik Dalam Menjawab Problematika Hukum Transaksi Kontemporer' adalah untuk menjawab problematika transaksi kontemporer pada era global, dengan rasional.
Ijtihad dapat membantu umat muslim saat menghadapi masalah yang belum ada hukumnya dalam agama Islam.
Al Quran dan al-Sunnah sebagai sumber utama hukum Islam telah menyediakan instrumen-instrumen hukum yang menjadikannya fleksibel dengan segala perubahan zaman. Sehingga Islam adalah agama yang senantiasa sesuai untuk segala zaman dan tempat, termasuk di era globalisasi.
Ijtihad juga telah tumbuh sejak masa-masa awal Islam, yakni pada zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian berkembang pada masa-masa sahabat serta masa-masa generasi selanjutnya.
Bahkan justru dengan adanya ijtihad ajaran-ajaran Islam dapat senantiasa sesuai dengan dinamika perkembangan zaman. Di sinilah letak relevansinya ungkapan bahwa syariat Islam itu selalu salihun likulli zaman wa likulli makan (cocok untuk setiap zaman dan tempat).
Contoh Ijtihad
Pelaksanaan ijtihad yang sering dilakukan umat muslim. Contoh pelaksanaan ijtihad adalah dalam proses penentuan 1 Ramadhan dan juga 1 Syawal, dalam hal ini para ulama berdiskusi untuk menentukan dan menetapkan 1 Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan hukum Islam. Yakni menggunakan Hisab dan Rukyah.
0 Komentar
Berkomentarlah Dengan Bijak Tanpa Niat Menyakiti
"Laa Yaquulu Walaa Yaf'alu Illa Ma'rufaa"