Lima Tuntutan Dalam Komite Hijaz
Komite Hijaz merupakan wadah perjuangan kelompok Islam dan merupakan cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama. Setelah KH Raden Asnawi diutus menjadi delegasi NU untuk bertemu Raja Ibnu Sa’ud. Tetapi, KH Raden Asnawi gagal berangkat karena ketinggalan kapal yang berlayar diluar negeri, sehingga harus menunggu lama untuk mendapatkan jadwal keberangkatan selanjutnya.
Namun pada oktober 1926 NU mengadakan Muktamar yang pertama dan memutuskan untuk melanjutkan misi Komite Hijaz. KH Wahab Hasbullah dan Syeikh Ahmad Ghanaim al-Mishry (mesir) ditunjuk menjadi delegasi Nahdlatul Ulama untuk menemui Raja Ibnu Sa’ud. Namun pada tahun 1928 keduanya bias berangkat. Pada tanggal 10 Mei 1928, delegasi ini diterima oleh Raja Ibnu Sa’ud.
Nahdlatul Ulama berhasil menyampaikan amanat komite Hijaz, yakni kelima permohonan kepada Raja Ibnu Sa’ud yang menguasai tanah Hijaz, kelima permohonan tersebut sebagai berikut:
1. Memohon diberlakukan kemerdekaan bermadzhab dinegri Hijaz pada salah satu empat madzhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambal. Atas dasar kemerdekaan bermadzhab yang dimaksud disini adalah tidak dilarang pada masuknya kitab-kitab yang berdasarkan madzhab tersebut dibidang tasawuf, aqoid maupun fikih kedalam negri hijaz, seperti karangan Imam Ghazali, Imam Sanusi dan lain-lainya. Yang sudah terkenal kebenarannya. Hal tersebut tidak lain adalah semata-mata untuk memperkuat hubungan dan persaudaraan umat islam yang bermadzhab sehingga umat islam menjadi satu tubuh. Dan tidak akan bersatu dalam kesesatan.
2. Memohon agar tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah yang terkenal sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk masjid. Seperti tempat kelahiran Siti Fatimah. Karena untuk mengambil ibarat dari tempat bersejarah tersebut.
3. Memohon agar disebarluaskan keseluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji mengenai tarif/ketentuan biaya yang harus diserahkan kepada Syekh Muthowwif, dari Jeddah sampai pulang lagi ke Jeddah. Agar mereka tidak dimintai lebih dari ketentuan pemerintah
4. Memohon agar semua hokum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.
5. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama memohon balasan surat dari yang Mulia Raja, yang menjelaskan bahwa kedua orang delegasinya benar-benar menyampaikan surat mandatnya dan permohonan-permohonan NU kepada yang Mulia Raja dan hendaknya surat balasan tersebut diserahkan kepada kedua delegasi tersebut.
Akhirnya Raja Ibnu Sa’ud mengabulkan permohonan Nahdlatul Ulama tersebut. Raja Ibnu Sa’ud menjamin kebebasan beramaliah dengan madzhab empat (Hanafi, Hambali, Maliki dan Syafi’i) tdan tidak membongkar makam Nabi Muhammad Saw dan beberapa situs sejarah islam dan pra islam di Mekkah maupun di Madinah
0 Komentar
Berkomentarlah Dengan Bijak Tanpa Niat Menyakiti
"Laa Yaquulu Walaa Yaf'alu Illa Ma'rufaa"