Recents in Beach

TRAGEDI KARBALA, SAKSI KEGETIRAN KELUARGA NABI

 TRAGEDI KARBALA

Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyyah. Dan Asy Syura adalah hari kesepuluh dalam bulan Muharram. Di kalangan kaum sunni hari Asy Syura memiliki keistimewaan dan keutamaan tersendiri, dalam perspektif hadis (doktrin) terdapat perintah kesunnahan untuk berpuasa Asy Syura 

diriwayatkan dari Imam Muslim dari Abi Qatadah bahwa Rasulullah pernah ditanya oleh sahabat tentang puasa Asyura. Nabi menjawabnya: "Puasa Asyura dapat melebur dosa satu tahun sebelumnya"

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/95888/dalil-puasa-tasua-dan-asyura
===
Yuk, install NU Online Super App versi Android (s.id/nuonline) dan versi iOS (s.id/nuonline_ios). Akses dengan mudah fitur Al-Qur'an, Yasin & Tahlil, Jadwal Shalat, Kompas Kiblat, Wirid, Ziarah, Ensiklopedia NU, Maulid, Khutbah, Doa, dan lain-lain.

Diriwayatkan dari Imam Muslim dari Abi Qatadah bahwa Rasulullah pernah ditanya oleh sahabat tentang puasa Asyura. Nabi menjawabnya: Puasa Asyura dapat melebur dosa satu tahun sebelumnya.

Bukan hanya itu, terdapat banyak amalan-amalan yang lain untuk mendapatkan keberkahan dalam Muharram, di antaranya menyantuni anak yatim. 

Melihat kemuliaan bulan Muharram ini, alangkah baiknya jika sebagai umat Islam melaksanakan amalan-amalan baik sebagaimana ajaran Rasulullah. Dan sudah jelas bahwa puasa sunah di bulan Muharram mendapatkan pahala sangat besar.

Namun Bagi kaum Syi'ah bulan Muharram tepatnya hari kesepuluh (Asy Syura) adalah bulan duka cita karena peristiwa pembunuhan Sayyidina Husain di padang Karbala pada tahun 61 H (680 M). Bagi kalangan Syi'ah Asy Syura memiliki kedudukan sakral dan mempunyai nilai historis yang tak terlupakan. Karena pada hari tersebut merupakan peristiwa terbunuhnya cucu Rasulullah Saw, yakni Sayyidina Husain ra.,

Dalam tulisan kali ini, akan kami jelaskan sejarah singkat terbunuhnya Sayyidina Husain ra. Penulis menukil rangkaian peristiwa tersebut berdasarkan refrensi dan literatur yanng dihimpun oleh para sejarawan Muslim Sunni. 

Setelah Yazid dibaiat sebagai Amirul Mukminin (khalifah) di Syam, Sayyidina Husain diajak oleh kelompok Yazid untuk turut membaiat Yazid. Akan tetapi Sayyidina Husain menolak, dan beliau segera meninggalkan Madinah menuju Mekah. Ketika Penduduk Kufah (Irak) yang mendengar sikap Sayyidina Husain terhadap Yazid, mereka langsung mengirim berbagai surat kepada Husain. Ada lebih dari 500 surat yang diterima Sayyidina Husain.

Inti dari surat  itu  ada  3  hal,  yakni:  penduduk  Kufah tidak membaiat Yazid, penduduk Kufah hanya mau taat jika Husain dan keluarga Ali sebagai  khalifah, dan  mengundang  Husain untuk datang ke Kufah agar bisa dibaiat. Untuk menyelidiki kebenaran ini, Sayyidina Husain  mengirim Muslim bin Aqil (sepupu Husain) agar memeriksa  keadaan di  Kufah yang sebenarnya. Sesampainya  Muslim  bin Aqil tiba di Kufah, dia singgah di rumah Hani bin Urwah. Di rumah ini, banyak penduduk Kufah yang membaiat Sayyidina Husain melalui perwakilan Muslim bin Aqil. Merasa bahwa penduduk Kufah telah loyal terhadap Sayyidina Husain, Muslim mengirim surat kepada Husain, agar segera datang ke Kufah, karena semua telah disiapkan.

Berita tentang sikap penduduk Kufah tersebut didengar oleh Yazid. Ketika itu, Kufah termasuk daerah kekuasaan bani Umayyah dengan gubernur Nu’man bin Basyir ra., salah satu sahabat terpercaya Nabi Saw. Namun karena Nu’man tidak perhatian dengan kejadian baiat Sayyidina Husain di Kufah, beliau dinon-aktifkan dan wilayah Kufah diserahkan kepada Ubaidillah bin Ziyad, yang ketika itu menjadi  gubernur Bashrah. Sehingga Ubaidillah memegang kekuasaan dua wilayah, Bashrah dan Kufah.Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan menanyakannya tentang gejolak di Kufah. Ubaidullah   ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari Hani’ bin Urwah. Namun Hani’ tidak mau mengaku, hingga dia dipenjara.  Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani’ bin Urwah,  Muslim  bin Aqil datang bersama 4000 orang Syiah (pembela) Husain yang membaiatnya dan mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad. Peristiwa ini terjadi siang hari.

Ubaidullah bin Ziyad merespon pengepungan Muslim bin Aqil dengan mengancam akan  mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat takut para pembela Husein ini. Mereka pun berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil hingga  tersisa  30 orang saja yang bersama  Muslim bin Aqil, dan ketika matahari terbenam pada hari itu, hanya tersisa Muslimbin Aqil seorang diri.

Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah memerintahkan agar dia dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim meminta izin untuk berwasiat kepada Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash untuk mengirim surat kepada  Sayyidina Husein. Keinginan terakhir Muslimpun dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad. Isi surat Muslim kepada Sayyidina Husein adalah :

“Pergilah, pulanglah kepada  keluargamu!  Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki akal”.

Setelah itu, Muslim bin Aqil kemudian dibunuh, tepatnya tanggal 9 Dzulhijjah, hari Arafah. Sementara itu, Sayyidina Husain berangkat dari Mekah menuju Kufah ditanggal 8 Dzulhijah. Banyak sahabat Nabi Saw. menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Ibnu Umar ra. menemui Sayyidina Husain ra. seraya menasihati: “Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang  kepada  Nabi shallallahu‘alaihi  wasallam. Kemudian memberikan dua pilihan kepada beliau antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia.  Engkau adalah darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian (ahlulbait) dari suatu  hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian”.

Husain tetap enggan untuk membatalkan keberangkatannya. Ibnu Umarpun memeluknya seraya menangis, lalu mengatakan, Aku titipkan engkau kepada Allah agar tidak dibunuh”. Sahabat  yang lain, Abu Said al-Khudri ra. memperingatkan Husain ra., “Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orang-orang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka. Mohon jangan engkau pergi bergabung bersama mereka karena  aku mendengar ayahmu–Ali bin Abi Thalib-mengataka tentang penduduk Kufah, ‘DemiAllah, aku bosan   dan benci kepada mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit pun.”

Singkat cerita Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala bersama 72 orang yang mendampinginya. Kemudian tibalah 4000 pasukan yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad di bawah  pimpinan Umar bin Saad. Husein bertanya, “Apa nama tempat ini?” Orang-orang menjawab, “Ini  adalah daerah Karbala.” Kemudian Husein menanggapi, “Karbala: Karbun wa Balaa’.”Karbun artinya bencana dan Balaa’ artinya musibah." Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Husain ra. menyadari tidak ada peluang menang baginya. Lalu dia menawarkan 3 hal, yaitu:

“Aku ada 3 pilihan, (1) kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang, atau (2) kalian biarkan aku pergi menghadap Yazid di Syam untuk membaiatnya, atau (3) aku pergi ke daerah perbatasan dan ikut bergabung bersama  kaum muslimin dalam jihad melawan daerah kafir. 

Ubaidullah bin Ziyad menyetujui tawaran Sayyidina Husain. Namun tiba-tiba sosok jahat Syamr bin  Dzil Jausyan memprotes. “Jangan! jangan kabulkan tawarannya, sampai dia menjadi tawananmu, wahai Ubaid.” Syamr sendiri masih termasuk kerabat dekat Ubaidillah. Mendengar usulan ini,  Ubaidillah merasa mendapat dukungan. Dia pun menyetujuinya. Namun Sayyidina Husain menolak untuk menjadi tawanan Ubaidullah. 

Maka mulailah terjadi ketegangan antara pasukan Sayyidina Husain yang  berjumlah  72 orang dengan pasukan Irak 4000 orang. Sayyidina Husain pun berceramah mengingatkan status dirinya dan kedekatannya di sisi Rasulullah  saw. Hingga sekitar 30 orang pasukan Irak dipimpin oleh al-Hurru bin Yazid at-Tamimi membelot dan bergabung dengan Sayyidina Husein. Meskipun demikian, peperangan yang sangat tidak berimbang itu menewaskan  semua orang yang mendukung Sayyidina Husein,  hingga tersisa Sayyidina Husain  ra.  seorang diri. Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya. Masih tersisa sedikit rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi  Muhammad  saw.  Tiba-tiba datang Syamr bin Dzil Jausyan–semoga Allah menghinakannya–meneriakkan, ”Apa yang kalian lakukan, segera serang dia.” Syamrpun melemparkan panah lalu mengenai Sayyidina Husain ra. dan ditambah tombak Sinan bin Anas yang mengenai dada Sayyidina Husain ra. Beliaupun terjatuh dan dikeroyok hingga akhirnya terbunuh sebagai syahid. Kejadian  berdarah tersebut terjadi di  hari Jumat, 10 Muharam, hari Asyura.

Dalam hal ini ada yang menarik perhatian, yakni Sayyidah Zainab, cucu Rasulullah Saw yang masih selamat dalam tragedi karbala, Sayyidah Zainab menjadi salah satu saksi kelam tragedi karbala. Kedua putranya syahid di karbala, sehingga ia dapat merasakan kepedihan yang dirasakan para syuhada karbala dan saudara tercintanya Sayyidina Husain. Dalam rombongan tawanan, Sayyidah Zainab bertindak sebagai penanggung jawab rombongan. Dia berusaha sedapat mungkin menyediakan segala kebutuhan kaum perempuan dan anak-anak. Sayyidah Zainab menghibur mereka dalam setiap kesulitan, seperti kelaparan, kehausan, dan mengalami tindakan pemukulan. Ia juga melindungi seluruh keluarga Sayyidina Husain beberapa bulan setelahnya ketika mereka dipenjara oleh dinasti Umayyah.

Di Kufah, para tawanan dimasukkan ke dalam penjara sementara di Syam, mereka ditempatkan di sebuah bangunan tanpa atap. Begitu juga bukan sesuatu yang mudah baginya harus menanggung kedinginan, kepanasan, dan kematian Ruqayah. Dari sisi kesabaran dan ketekunan, Sayidah Zainab adalah satu-satunya orang yang memiliki kedua sifat tersebut. Ketika berada di hadapan tubuh saudaranya, Sayyidina Husain ra, yang berlumuran darah, ia langsung menengadahkan wajahnya ke langit dan berkata, "Wahai Tuhanku, inilah sedikit pengorbanan yang kami berikan di jalan-Mu, maka terimalah pengorbanan ini dari kami.”

Di antara gelar-gelar Sayidah Zainab adalah Ar-Radhiyah bil Qadri wal Qadha yaitu ridha atas ketentuan qadha dan qadar Ilahi. Sayyidah Zainab begitu tegar menghadapi berbagai kesulitan dan musibah yang mana jika sedikit saja dari musibah dan kesulitan itu diberikan kepada gunung yang kokoh maka gunung akan meleleh seketika. Tetapi sosok yang teraniaya ini begitu kuat dan tegar, terasing, dan sendiri bagaikan gunung yang mencakar langit. Ia tetap tegak menghadapi semua permasalahan. Ia berkali-kali menyelamatkan nyawa Imam Sajjad dari kematian. Di antaranya, ketika di majelis Ibnu Ziyad, setelah Imam Sajjad beradu argumen dengan Ibnu Ziyad, Ibnu Ziyad mengeluarkan surat perintah untuk membunuh Imam. Pada saat itu, Sayidah Zainab meletakkan tangannya di leher putra saudara laki-lakinya dan berkata, “Selama aku hidup tak akan kubiarkan kalian membunuhnya.”

Dari cerita perjalanan yang dihadapi oleh Sayyidah Zainab tersebut, maka ada begitu banyak makna yang dapat diteladani oleh para muslimah saat ini. Salah satunya adalah bahwa sejatinya, seberat apapun kedukaan yang kita alami, bila kita tetap percaya ini yang terbaik dan bergantung pada Allah SWT semata, jadilah keikhlasan karena-Nya menjadi pilihan terakhir.

Tragedi Karbala tersebut menyisakan luka mendalam dikalangan pendukung fanatik Sayyidina Ali dan keluarga  Nabi Saw.  Dari  tahun ke tahun Asyura dianggap menjadi momen bersejarah yang terus diperingati bahkan diagungkan. Mereka meratapi peristiwa berdarah tersebut dengan cara  berkabung, menangis, bahkan merintih dan melukai anggota badan sebagai bentuk kesedihan  mendalam dan turut merasakan penderitaan ahlul bait tersebut.

Umat Islam mengaitkan kesucian hari ’Asyura dengan kematian cucu Nabi Muhammad Saw.,  yakni Sayyidina Husain ra. saat berperang melawan tentara Suriah. Kematian Husain memang salah satu peristiwa tragis dalam sejarah  Islam. Akan tetapi, bagi Muslim Sunni kesucian hari ’Asyura tidak bisa  sepenuhnya dikaitkan dengan peristiwa ini. Sebab, secara sederhana sudah diketahui keutamaan hari  ’Asyura sudah dijelaskan sejak zaman Nabi Muhammad Saw. jauh sebelum kelahiran Sayyidina Husain  ra. Sebaliknya, merupakan suatu kemuliaan bagi Sayyidina Husain yang memperoleh syahid dalam pertempuran  itu bertepatan dengan hari ’Asyura. Semoga kita semua bisa mengambil Ibrah dari peristiwa karbala dengan bijaksana dan penuh hikmah.

diriwayatkan dari Imam Muslim dari Abi Qatadah bahwa Rasulullah pernah ditanya oleh sahabat tentang puasa Asyura. Nabi menjawabnya: "Puasa Asyura dapat melebur dosa satu tahun sebelumnya"

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/95888/dalil-puasa-tasua-dan-asyura
===
Yuk, install NU Online Super App versi Android (s.id/nuonline) dan versi iOS (s.id/nuonline_ios). Akses dengan mudah fitur Al-Qur'an, Yasin & Tahlil, Jadwal Shalat, Kompas Kiblat, Wirid, Ziarah, Ensiklopedia NU, Maulid, Khutbah, Doa, dan lain-lain.

Posting Komentar

0 Komentar