Recents in Beach

ITTIBA' RASUL


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata“ittiba’ sudah menjadi  bahasa Indonesia serapan yaitu iti.bak diartikan sebagai kata kerja yang  bermakna  mengikuti  (contoh)  :  Kita  berpuasa,  bersalat,  dan  beribadah  sunnah  mengikuti  Nabi  Muhammad  saw. 

Dalam bahasa Indonesia, secara literal-linguistik term “al- ittibā’ berarti mengikuti. Namun setelah berproses serta membentuk makna  dan  pengertian  spesifik  yang  terstruktur,  termasuk berdasarkan   perspektif  al-Qur‘an  dan  Hadits,  yang  dimaksud al- ittibā’ tidak sama sekali dimaksudkan untuk mengikuti sembarangan orang atau siapa saja. Karena al-ittibā’ yang dimaksud adalah mengikuti Rasulullah    (ittibā’  Rasūl  Allah), Nabi  terakhir  yang diutus Allah. Ittiba’ kepada Rasulullah saw berarti berqudwah dengannya, mengikuti  atsar  beliau  dan  beruswah  dengannya.

Ittiba’ kepada  Nabi  Saw. kadang-kadang terjadi pada ucapan atau  perbuatan atau dalam meninggalkan suatu perbuatan atau dalam meninggalkan  suatu perkara.

Menurut  ulama  ushul,  ittiba’  adalah  mengikuti  atau  menuruti  semua  yang  diperintahkan,  yang  dilarang,  dan  dibenarkan  Rasulullah  saw. Dengan  kata  lain  ialah  melaksanakan  ajaran-ajaran  agama  Islam  sesuai  dengan  yang  dikerjakan Nabi Muhammad saw. Definisi lainnya, ittiba’  ialah pengambilan hukum dengan mengetahui dalil dan alasan-alasannya dan ia diketahui dengan jalan yang ditunjuki oleh mujtahid. Ittiba’ ditetapkan berdasarkan hujjah atau nash. Ittiba‟ adalah lawan taqlid.

Ittiba' kepada Rasulullah saw. mempunyai kedudukan yang sangat  tinggi dalam Islam, bahkan merupakan salah satu pintu seseorang dapat masuk  Islam. Berikut ini akan disebutkan beberapa kedudukan penting yang ditempati  oleh ittiba', di antaranya adalah:   Pertama, Ittiba' kepada Rasulullah saw. adalah salah satu syarat diterima  amal. Sebagaimana para ulama telah sepakat bahwa syarat  diterimanya ibadah ada dua: 

1. Mengikhlaskan niat ibadah hanya untuk Allah swt semata. 

2. Harus  mengikuti  dan  serupa  dengan  apa  yang  diajarkan  oleh  Rasulullah saw.  Ibnu  'Ajlan  mengatakan:  "Tidak  sah  suatu  amalan  melainkan  dengan  tiga  perkara:  taqwa  kepada  Allah  swt,  niat  yang  baik  (ikhlas)  dan  ishabah  (sesuai  dan  mengikuti  sunnah  Rasul)."  Maka  barangsiapa  mengerjakan  suatu  amal  dengan  didasari  ikhlas  karena  Allah  swt.  semata  dan  serupa  dengan  sunnah  Rasulullah  saw,  niscaya  amal  itu  akan  diterima  oleh  Allah  swt.

tetapi  kalau  hilang  salah  satu  dari  dua  syarat  tersebut,  maka  amal  itu  akan  tertolak dan tidak diterima oleh Allah swt.  Hal  inilah  yang  sering  luput  dari  pengetahuan  banyak  orang.  Mereka  hanya  memperhatikan  satu  sisi  saja  dan  tidak  memperdulikan  yang  lainnya.  Oleh karena itu sering kita dengar mereka mengucapkan: "yang penting  niatnya, kalau niatnya baik, maka amalnya baik." 

Ittiba' merupakan bukti kebenaran cinta seseorang kepada Allah  swt dan Rasul-Nya.  Allah swt. berfirman:     َ 

   قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

"Katakanlah:  'Jika  kamu  (benar-benar)  mencintai  Allah,  ikutilah  aku,  niscaya  Allah  mengasihi  dan  mengampuni  dosa-dosamu.'  Allah  Maha  Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Ali Imran /3: 31).      

Ibnu  Katsīr  menafsirkan  ayat  ini  dengan  ucapannya:  "Ayat  yang  mulia  ini  sebagai  hakim  bagi  setiap  orang  yang  mengaku  cinta  kepada  Allah  swt,  akan  tetapi  tidak  mengikuti  sunnah Nabi Muhammad saw.  Karena  orang yang  seperti  ini  berarti  dusta  dalam  pengakuan  cintanya  kepada  Allah  swt.  sampai  dia  ittiba'  kepada  syari'at  agama  Nabi  Muhammad  saw.  dalam  segala  ucapan  dan tindak tanduknya."  

Ittiba' adalah sifat yang utama wali-wali Allah swt.  Ibnu  Taimiyah  dalam  kitabnya  menjelaskan  panjang  lebar  perbedaan  antara  waliyullah  dan  wali  syaitan,  diantaranya  beliau  menjelaskan  tentang  wali  Allah  swt.  dengan  ucapannya:  "Tidak  boleh  dikatakan  wali  Allah  swt. Kecuali orang yang beriman kepada Rasulullah saw. dan syari'at yang  dibawanya serta ittiba' kepadanya baik lahir maupun batin. Barangsiapa  mengaku  cinta  kepada  Allah  swt.  dan  mengaku  sebagai  wali  Allah  swt,  tetapi  dia  tidak  ittiba'  kepada  Rasul-Nya,  berarti  dia  berdusta.  Bahkan  kalau  dia  menentang Rasul-Nya, dia termasuk musuh Allah swt. dan sebagai wali  syaitan."   

Imam Ibnu Abil 'Izzi Al-Hanafi berkata: "Pada hakikatnya yang  dinamakan karamah itu  adalah kemampuan untuk senantiasa istiqamah di atas  al-haq, karena Allah swt. tidak memuliakan hamba-Nya dengan suatu karamah  yang  lebih  besar  dari  taufiq-Nya  yang  diberikan  kepada  hamba  itu  untuk  senantiasa  menyerupai  apa  yang  dicintai  dan  diridhai-Nya  yaitu  istiqamah  di  dalam mentaati Allah swt. dan Rasul-Nya dan ber-wala kepada wali-wali Allah  swt.  serta  bara'  dari  musuh-musuh-Nya."  Mereka  itulah  wali-wali  Allah  swt.   

Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:    

 اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ

Artinya: "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah swt. itu, tidak ada  kekhawatiran  terhadap  mereka  dan  tidak  (pula)  mereka  bersedih  hati."  (Q.S. Yunus/10: 62.).  

Demikianlah  beberapa  kedudukan  ittiba'  yang  tinggi  dalam  syari'at  Islam  dan  masih  banyak  lagi  kedudukan  yang  lainnya.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  ittiba'  kepada  Rasulullah  saw.  merupakan  suatu  amal  yang  teramat  besar dan banyak mendapat rintangan. Mudah-mudahan Allah swt. menjadikan  kita  termasuk  orang-orang  yang  ittiba'  kepada  Nabi-Nya  dalam  segala  aspek  kehidupan kita.

Posting Komentar

0 Komentar